Sahabat Mahasiswa Aceh, kali ini saifuddin membuat sebuah tulisan untuk catatannya sulung. Judul dari tulisan pada kali ini yakni “catatannyasulung kisah anak muslim pertama”. Saya yakin mendapat
tanggapan yang baik dari sahabat semua.
Dikisahkan pada zaman dahulu, diantara sekian anak pertama masuk Islam adalah Ali bin Abi Thalib dan Zaid. Sungguh mendapatkan keburuntungan kedua anak itu. Mereka
bisa tinggal di rumah Nabi Muhammad SAW, seorang
manusia yang selalu mendambakan akan seorang nabi Allah tersebut. Akan tetapi, Tak semua orang bisa seberuntung mereka.
Anak pertama yang masuk Islam adalah Ali, kemudian diikuti oleh Zaid. Mereka
menikmati kebahagiaan menjadi anak-anak muslim pertama, mempelajari Islam ,
ajaran terbaik yang paling indah langsung bersama Rasulullah SAW. Ali tidak pernah terpisah dari Rasulullah
SAW meski hanya sebentar. Ali selalu mengikuti kemana saja Rasulullah SAW
pergi, bahkan ke gunung dan ke padang pasir. Mereka selalu shalat bersama, Ali terlihat begitu bahagia dengan apa yang
dia lakukan bersama Rasulullah SAW. Berita tentang perubahan sikap Ali semenjak dekat dengan Nabi Muhammad SAW
terdengar ibunya. Ibu Ali mendengar jika putranya itu tidak pernah terpisah
dari Rasulullah SAW, shalat bersama dan sebagainya.
Karena tidak tahu seperti apa ajaran Islam , ibu Ali pun menjadi khawatir (hal yang lumrah bila seorang ibu khawatir karena belum mengetahui apakah diajari kebenaran atau sebaliknya).
Karena tidak tahu seperti apa ajaran Islam , ibu Ali pun menjadi khawatir (hal yang lumrah bila seorang ibu khawatir karena belum mengetahui apakah diajari kebenaran atau sebaliknya).
Hingga suatu hari, Ibu Ali berkata kepada suaminya, Abu Thalib,
"Berhati-hatilah! Anakmu kurasa sudah menghabiskan terlalu banyak waktu bersama Muhammad. Aku takut sesuatu yang membahayakan akan terjadi padanya," ujar Ibu Ali.
Abu Thalib memang tipe orang yang tidak suka menilai seseorang dari satu sisi saja, ia pun tak suka mendengarkan penjelasan dari satu pihak. Abu Thalib pun berusaha mencari kebenarannya dengan caranya sendiri. Untuk itu, tanpa sepengetahuan istrinya, ia selalu pergi meninggalkan rumah untuk mengetahui apa yang terjadi. Ia pun mencari tahu dimana keponakan dan putranya itu berada.
"Berhati-hatilah! Anakmu kurasa sudah menghabiskan terlalu banyak waktu bersama Muhammad. Aku takut sesuatu yang membahayakan akan terjadi padanya," ujar Ibu Ali.
Abu Thalib memang tipe orang yang tidak suka menilai seseorang dari satu sisi saja, ia pun tak suka mendengarkan penjelasan dari satu pihak. Abu Thalib pun berusaha mencari kebenarannya dengan caranya sendiri. Untuk itu, tanpa sepengetahuan istrinya, ia selalu pergi meninggalkan rumah untuk mengetahui apa yang terjadi. Ia pun mencari tahu dimana keponakan dan putranya itu berada.
Setelah mendapat informasi tentang
keberadaan Rasulullah SAW dan anaknya, Abu Thalib pun kemudian pergi ke sana.
Ternyata keponakan dan anaknya sedang shalat bersama di sebuah lembah di luar
kota Makkah. Abu Thalib mengawasinya dari kejauhan, ia pun mengamati mereka
beberapa lama. Setelah Rasulullah SAW dan Ali selesai
menjalankan shalat, Abu Thalib pun mendekati mereka.
Abu Thalib menyapa Nabi Muhammad SAW dan
bertanya, "Muhammad,
ajaran apakah yang kau jalankan ini?" Seperti biasa, Rasulullah SAW mengatakan dengan jujur tentang ajaran yang
sedang Beliau anut, "Paman, ini adalah ajaran yang paling
indah, Islam namanya. Kau ada dalam
daftar teratas orang yang akan aku ajak masuk Islam . Kau berhak memeluk Islam melebihi dari siapa pun. Berhentilah menyembah
berhala dan berdoalah kepada Allah Yang Esa."
Abu Thalib diam sejenak, memikirkan apa
yang diucapkan Rasulullah SAW. Abu Thalib paham betul dengan karakter dan watak keponakannya itu. Muhammad
dari kecil terkenal jujur dan tak akan pernah berbohong. "Lalu apa yang akan dikatakan orang-orang kalau aku,
seorang pemuka di Makkah melakukan apa yang diminta keponakannya?" bisiknya dalam hati. Karena khawatir pendapat orang-orang tentangnya, Abu Thalib berkata, "Aku tidak
bisa meninggalkan ajaran amaku. Tapi, kamu teruskan saja menjalankan ajaran
barumu. Aku bersumpah, selama aku masih hidup, tidak akan ada orang yang bisa
menyakitimu," kata Abu Thalib. Kemudian ia berpaling kepada anaknya, "Anakku, bagaimana pendapatmu?" "Ayah..," kata Ali. "Aku sudah
beriman kepada Allah dan Rasul yang diutus-Nya. Aku sudah menjadi pengikut
Muhammad SAW, aku pun sudah shalat bersamanya," kata Ali. "Memang
itulah yang tepat untuk kau akukan, anakku," kata Abu Thalib. "Ia akan
mengajakmu kepada kebaikan. Lakukan semua yang dikatakannya kepadamu dan jangan
pernah meninggalkannya," tambahnya.
Abu Thalib ini adalah paman dari
Rasulullah SAW yang selalu setia melindungi dan mengayomi keponakannya hingga
akhir hayatnya. Akhirnya Ali pun merasa lega mendengar
perkataan ayahnya. Sekarang Ali benar-benar merasa tenang dan tanpa rasa takut
lagi kalau diketahui oleh orang tauanya.
Tag :
blogger,
Perlombaan
0 Komentar untuk "Catatannyasulung Kisah Anak Muslim Pertama"